Pajak yang Terutang Bukan Utang Pajak

Advertisemen
Tulus Imam Prasetyo
Catatan  Tulus Imam Prasetyo*)
TERJADI kerancuan atau perbedaan pemahaman di antara masyarakat wajib pajak mengenai pajak yang terutang dan utang pajak. Dalam terminologi perundang-undangan pajak istilah-istilah tertentu diberikan pengertian secara umum dengan jelas. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kesalahan penafsiran oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Secara definisi, pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Selain dari definisinya, perbedaan kedua istilah di atas dapat pula dijelaskan dari segi sistem dan hukum-pajaknya.

Pajak yang terutang berapa pun besarnya merupakan hasil perhitungan yang dilakukan oleh wajib pajak itu sendiri. Hal ini sesuai dengan sistem self assessment. Terhadap jumlah pajak yang terutang, fiskus (baca: aparatur/instansi pajak) belum bisa atau tidak dibenarkan melakukan tindakan penagihan, meskipun batas waktu pembayaran sudah terlewati. Sementara utang pajak berapa pun besarnya termasuk sanksi administrasinya merupakan hasil perhitungan dari penelitian atau pemeriksaan yang dilakukan oleh fiskus dengan menerbitkan surat ketetapan pajak/surat tagihan pajak. Hal ini sesuai dengan sistem official assessment. Terhadap jumlah utang pajak inilah fiskus akan melakukan tindakan penagihan jika wajib pajak tidak melunasi setelah jatuh temponya.

Sesuatu yang wajar saja manakala wajib pajak menghitung pajaknya sendiri menurut self assessment system tanpa mengenakan sanksi administrasi terhadap dirinya. Akan tetapi, manakala fiskus yang menghitung pajak untuk wajib pajak, kemungkinan besar (baca: pasti) akan mengenakan sanksi administrasi sebagai tambahan pokok pajaknya.

Sementara, dari segi hukum-pajak dapat ditentukan bagaimana dan kapan timbulnya utang pajak itu. Apabila timbul karena berlakunya undang-undang atau kesadaran wajib pajak, berarti itu menurut hukum pajak materiil (ajaran materiil) dan inilah yang diterapkan oleh self assessment system. Utang pajak yang timbul karena undang-undang itulah yang diistilahkan dengan pajak yang terutang dan belum bisa ditagih. Sedangkan apabila timbul karena dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus, berarti hal itu menurut hukum pajak formal (ajaran formal) dan inilah yang diterapkan oleh official assessment system. Utang pajak yang timbul karena surat ketetapan pajak itulah yang diistilahkan dengan utang pajak dan bisa ditagih.

Selanjutnya, mana yang dikatakan atau menjadi tunggakan pajak? Tunggakan pajak terjadi jika surat ketetapan pajak belum dibayar sepenuhnya oleh wajib pajak, hal ini menunjukkan bahwa tunggakan pajak itu identik dengan utang pajak. Jadi, kalau belakangan ini Direktorat Jenderal Pajak memublikasikan tentang tunggakan pajak, dasarnya adalah surat ketetapan pajak yang belum dilunasi oleh wajib pajak setelah jatuh tempo.

Sebagai informasi tambahan, menurut sumber di Direktorat Jenderal Pajak dan telah dipublikasikan di media massa bahwa data tunggakan pajak secara nasional sampai dengan akhir tahun 2009 seluruhnya tidak kurang dari Rp 52 triliun. Jumlah itu pulalah yang oleh Direktorat Jenderal Pajak diupayakan untuk dicairkan (baca: ditagih), selain untuk mengamankan penerimaan pajak sebagai penerimaan utama dalam negeri sebagaimana selalu tertuang dalam APBN juga sebagai upaya law enforcement (penegakan hukum) terhadap wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya.

Secara lebih rinci perbedaan antara pajak yang terutang dan utang pajak dapat disajikan sebagai berikut:
Pajak yang terutang
a.       Merupakan pajak yang harus dibayar
b.      Penghitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak yang bersangkutan
c.       Tidak termasuk pengenaan sanksi administrasi
d.      Sebagai wujud pelaksanaan self assessment system
e.       Sesuai dengan ajaran materiil
f.       Tanpa ada produk hukum berupa surat ketetapan pajak
g.      Belum menjadi tunggakan pajak
h.      Bukan sebagai dasar penagihan pajak
i.        Tidak dapat dilakukan tindakan penagihan

Utang pajak
a.       Merupakan pajak yang masih harus dibayar
b.      Penghitungan pajak dilakukan oleh fiskus
c.       Termasuk pengenaan sanksi administrasi (meliputi pokok pajak + sanksi administrasi)
d.      Sebagai wujud official assessment system
e.       Sesuai dengan ajaran formal
f.       Ditandai dengan diterbitkannya produk hukum berupa surat ketetapan pajak
g.      Menjadi tunggakan pajak
h.      Sebagai dasar penagihan pajak
i.        Dapat dilakukan tindakan penagihan

Meskipun keduanya secara substansial berbeda, secara yuridis terdapat kesamaan yang sangat mendasar yaitu baik pajak yang terutang maupun utang pajak penghitungannya harus sesuai dengan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

*) Penulis Widyaiswara Madya Balai Diklat Keuangan Balikpapan

Sumber : http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=59597
Advertisemen

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments

Perbedaan Hadian Objek PPh ps. 4 ayat (2) , ps. 23 dan ps 21

Hadiah (reward) yang dibayarkan atau terutang kepada subjek pajak dalam negeri merupakan objek PPh potongan dan pungutan. Dalam artikel kali...

© Copyright 2017 Coretan Anak Bangsa.... - All Rights Reserved - Distributed By Artworkdesign - Created By BLAGIOKE Diberdayakan oleh Blogger