Advertisemen
Surat Pemberitahuan atau SPT mungkin bukan hal yang baru lagi di kalangan masyarakat pembayar pajak atau wajib pajak. Sebelumnya wajib pajak itu sendiri adalah Subjek Pajak yang memiliki atau mendapatkan penghasilan diatas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Semua Wajib Pajak harus memiliki NPWP yaitu Nomor Pokok Wajib Pajak atau jika pengusaha maka harus mempunyai NPPKP( Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak) yang bisa didapatkan dengan mendaftarkan diri di Dirjen Pajak. Tapi kali ini kita tak akan membicarakan hal itu karena yang akan kita bicarakan adalah SPT. Semua Wajib Pajak ber NPWP harus melaporkan SPT nya tiap tahun.
WP OP (Orang Pribadi) paling akhir harus menyampaikan SPTnya setelah 3 bulan berakhirnya tahun pajak. Entah tahun pajaknya sama dengan tahun takwim(read :masehi) atau tidak. Misal tahun pajaknya sama dengan tahun takwim maka jatuh temponya 3 bulan setelah akhir tahun yaitu 31 maret. Lain halnya dengan WP BADAN . WP badan wajib melaporkan SPT nya paling lama 4 bulan setelah tahun pajaknya selesai.
Ada dua jenis SPT yang dibedakan atas waktunya yaitu SPT tahunan dan SPT masa. SPT Tahunan ada dua yaitu SPT untuk WP OP yaitu form 1770 (untuk PNS menggunakan form 1770-S) dan SPT untuk WP Badan yaitu form 1771. Namun untuk SPT masa yang dilaporkan seperti laporan PPh pasal 21,22,23 dan lainnya.
WP ber-NPWP/NPPKP wajib menyampaikan SPTnya pada akhir tahun pajaknya dan terakhir 3 bulan setelah tahun pajak. Jika terlambat melaporkan maka WP OP akan dikenakan sanksi sebesar Rp. 100.000 dan Rp. 1.000.000 untuk WP Badan. Namun WP bisa melaporkan terlebih dahulu jika memang akan terjadi keterlambatan dalam menyampaikan SPT dan tidak dikenakan sanksi. Namun jika tetap terlambat, maka pasti dikenakan sanksi. Namun jika tidak melaporkan SPT nya maka akan dikenakan pasal 38 UU no.16 tahun 2000 tentang perubahan kedua atas UU KUP no. 6 tahun 1983 yang intinya jika WP tidak melaporkan SPT atau melaporkan SPT yang tidak benar dan dapat merugikan pendapatan negara maka akan dikenakan sanksi pidana 1 tahun atau uang sebesar-besarnyta 2 kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang bayar. Lah terus bagaimana jika ada SPT yang salah dan WP baru menyadari hal itu?? jawabnya WP harus segera mengisi SPT Pembetulan, bukan malah mengambil SPT yang sudah dilaporkan sebelumnya karena itu sudah menjadi dokumen milik negara yang bersifat rahasia.
SPT bisa diambil di kantor Dirjen Pajak sendiri oleh WP atau kalau tidak mempunyai waktu bisa mengunduhnya di internet ataupun di gandakan/fotocopy, dan wajib diisi dengan benar apa adanya bukan ada apanya. Setelah itu WP wajib melaporkan SPTnya, bisa dengan cara konvensional atau email yang SPTnya dalam bentuk E-SPT(bisa dipelajari dan didownload disini) . SPT paling lambat dilaporkan 3 bulan setelah berkahirnya tahun pajak untuk WP OP dan 4 bulan untuk WP Badan.
Dalam Melaporkan SPT haruslah lengkap. Maksud lengkap disini harus ada lampiran-lampiran /bukti pembayaran pajak yang terutang, pajak yang dikredit, surat kuasa jika WP tidak bisa melaporkan dan atau megisi SPTnya sendiri dan yang lainnya. Kalo perusahaan diwajibkan melampirkan laporan keuangannya ntah yang dilakukan dengan metode pembukuan ataupun pencatatan. Namun metode pencatatan jarang dilakukan karena merugikan WP karena pajak yang dikenakan yaitu pada brutonya.
Ada dua jenis SPT yang dibedakan atas waktunya yaitu SPT tahunan dan SPT masa. SPT Tahunan ada dua yaitu SPT untuk WP OP yaitu form 1770 (untuk PNS menggunakan form 1770-S) dan SPT untuk WP Badan yaitu form 1771. Namun untuk SPT masa yang dilaporkan seperti laporan PPh pasal 21,22,23 dan lainnya.
WP ber-NPWP/NPPKP wajib menyampaikan SPTnya pada akhir tahun pajaknya dan terakhir 3 bulan setelah tahun pajak. Jika terlambat melaporkan maka WP OP akan dikenakan sanksi sebesar Rp. 100.000 dan Rp. 1.000.000 untuk WP Badan. Namun WP bisa melaporkan terlebih dahulu jika memang akan terjadi keterlambatan dalam menyampaikan SPT dan tidak dikenakan sanksi. Namun jika tetap terlambat, maka pasti dikenakan sanksi. Namun jika tidak melaporkan SPT nya maka akan dikenakan pasal 38 UU no.16 tahun 2000 tentang perubahan kedua atas UU KUP no. 6 tahun 1983 yang intinya jika WP tidak melaporkan SPT atau melaporkan SPT yang tidak benar dan dapat merugikan pendapatan negara maka akan dikenakan sanksi pidana 1 tahun atau uang sebesar-besarnyta 2 kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang bayar. Lah terus bagaimana jika ada SPT yang salah dan WP baru menyadari hal itu?? jawabnya WP harus segera mengisi SPT Pembetulan, bukan malah mengambil SPT yang sudah dilaporkan sebelumnya karena itu sudah menjadi dokumen milik negara yang bersifat rahasia.
SPT bisa diambil di kantor Dirjen Pajak sendiri oleh WP atau kalau tidak mempunyai waktu bisa mengunduhnya di internet ataupun di gandakan/fotocopy, dan wajib diisi dengan benar apa adanya bukan ada apanya. Setelah itu WP wajib melaporkan SPTnya, bisa dengan cara konvensional atau email yang SPTnya dalam bentuk E-SPT(bisa dipelajari dan didownload disini) . SPT paling lambat dilaporkan 3 bulan setelah berkahirnya tahun pajak untuk WP OP dan 4 bulan untuk WP Badan.
Dalam Melaporkan SPT haruslah lengkap. Maksud lengkap disini harus ada lampiran-lampiran /bukti pembayaran pajak yang terutang, pajak yang dikredit, surat kuasa jika WP tidak bisa melaporkan dan atau megisi SPTnya sendiri dan yang lainnya. Kalo perusahaan diwajibkan melampirkan laporan keuangannya ntah yang dilakukan dengan metode pembukuan ataupun pencatatan. Namun metode pencatatan jarang dilakukan karena merugikan WP karena pajak yang dikenakan yaitu pada brutonya.
Advertisemen